Jumat, 11 November 2016

amanat terindah



Amanat Terindah
Senyuman indah menyambut pagi. Tak dapat menerka nerka apa yang akan terjadi hari esok. Menjalani hidup dengan penuh harap keberuntungan selalu ada dalam keseharian. Kududuki bangku taman dengan fikiran kosong menatap langit. Apakah keputusan yang kuambil telah tepat bagi masa depan nanti.
Kumasuki area yang sungguh asing. Jika bukan karena amanat ayah tak usahlah kaki ini harus lelah menyusuri tempat yang tak pernah kupijak sama sekali. Aku berharap ayah disana akan bangga padaku. Maaf ayah karena selama ini tak pernah sedikitpun patuh padamu. Hanya kebencian yang ada dalam fikiran walau pada  hakikatnya semua itu kau lakukan untuk melindungi dan mendewasakan diri. Aku marah dengan semua yang kau lakukan, tak pernah sedikitpun menghiraukanku. Diri ini merasa haus akan kasih sayangmu yang tak pernah terasakan sedari kecil dan sekarang barulah tersadar betapa dalam kasihmu terhadapku.
Setiap nasehat yang kau berikan adalah motivasi terbesar dalam hidup. Setiap amarah yang kau lakukan semua demi melindungi diri dari segala ancaman yang akan merusak masa depan. Sekarang semua tinggalah penyesalan, hanya satu yang dapat kulakukan untukmu yaitu mendo’akan agar tenang di alam sana. Amanat yang kau berikan saat perpisahan terakhir akan selalu kuingat dan sebisa mungkin akan kuwujudkan. Hanya itu yang bisa kuberikan padamu.
            Suaramu selalu terngiang di telinga ketika memarahiku akan ulah yang membuat kesal dan khawatir keadaanku. Rengekanku tak pernah kau hiraukan seakan semua di matamu dapat kulakukan tanpa bantuan. Kau ajarkan kemandirian dan pantang menyerah dalam jiwa. Aqidah dan tauhid selalu kau tanamkan dalam diri untuk membentengi iman yang terkadang bertambah dan berkurang.
            Tak ragu teguran keras menerpaku akan segala kesalahan sengaja atau tak sengaja kuperbuat, hanya isak tangis yang bisa keluar dari mulut. Semua kenangan pahit yang akan berbuah manis selalu teringat di setiap langkah hidup yang akan kutuju. Berharap restumu selalu mendampingi tuk melaksanakan keputusan yang telah kuperbuat ini. Bukti kasih sayang yang tak akan pernah hilang hingga kita dipertemukan kembali pada waktu yang telah ditentukan sang penguasa alam.
            Pandangan selalu tertuju pada jalananan terbentang luas di hiasi tanaman hijau di sepanjang tepi. Jarak perjalana terasa amat singkat seakan baru beberapa menit lalu keberangkatan dari rumah tercinta. Tibalah di tempat yang kuajukan sendiri pada bunda. Bangunan kecil sederhana berderetan namun terlihat banyak penghuni di dalamnya. Walau terlihat sesak namu raut wajah mereka seakan bahagia dan damai di dalamnya. Dimana akan menjadi tempat tinggalku mulai  hari ini.
            Meskipun rasa sedih akan perpisahan dengan bunda yang tak hentinya sedari tadi menangis dan memelukku di sepanjang perjalanan. Kini saatnya bunda harus merelakanku berjuang mencari ilmu di jalan Allah seperti amanat ayah padaku sebelum kepergiannya. Tak sanggup rasanya melihat tangisan bunda yang tak ingin perpisahan ini terjadi. Namun harus kulakukan demi mewujudkan masa depan. Aku tahu bunda tidak setuju dengan keputusan yang kubuat tapi aku yakin inilah yang terbaik.
            Isak tangis bunda saat pergi meninggalkanku sendiri di asrama baru sempat menggoyahkan tujuan utama namun ku teringat amanat terakhir ayah yang harus segera terlaksana. Lingkungan, pengalaman, tujuan dan teman baru akan terukir dalam lembar harian yang akan selalu menemani perjalan hingga terselesaikan pendidikan disini.
            Seribu pertanyaan tersimpan dalam hati disaat menjalani kehidupan baru. Terlihat aneh semua di mata. Tak mengerti apa yang harus pertama kali dimulai, semua kulakukan dengan seiringnya waktu berharap segera terselesaikan pendidikan asrama pesantren ini. Mungkin memang sedikit pengetahuan agamaku hingga  merasa sulit memahami dan menjalani segala aktivitas berbau agamis disini. Ingin rasanya menangis dengan keadaan karena seakan kuterlihat bodoh diantara yang lain.
            Hal sekecil mengaji saja ku tak begitu lancar hanya sempat teringat sedikit apa yang diajarkan ayah, itupun sudah banyak yang terlupakan. Sempat ingin memberontak dan menyerah namun apalah daya semua terjadi dengan keputusan yang kuambil sendiri. Kuperbaruhi niat dan mengkuatkan tekad kembali, membuang segala keputus asaan dan keyakinan akan menempuh hasil memuaskan. Berusaha  sedikit demi sedikit walau kadang rasa malas menyelimuti. Tak sedikit orang memotivasiku tuk tetap berjihad fi sabilillah di asrama pesantren ini tapi hampir keseluruhan penghuni asrama membantu setiap kesulitan yang kualami. Mereka anggap sesama muslim saudara satu sama lain yang tak boleh putus ikatan silaturahmi.
            Setiap malam ku panjatkan do’a dan ku curahkan segala isi hati dalam tahajjudku. Meminta ampun dan petunjuk pada sang kuasa. Hari demi hari kulalui semua kehidupan disini dengan ikhlas dan tawakkal. Hilang semua rasa sedih dan penyesalan karena ku yakin masih banyak orang sekitar yang menyayangi  dan memberi semangat padaku.
            Tak terasa seiringnya waktu tibalah hari kelulusan seperti singkat hidup bersama mereka di asrama penuh keberkahan dan pengorbanan ini. Disisi lain hatiku senang tak terbayangkan, sudah bertahun lamanya tak  berjumpa dengan bunda demi menuntut ilmu disini. Aku rindu bunda dan pastinya demikian pula yang dirasakan bunda. Bergegas kutelfon bunda dan memberinya kabar hari kelulusanku yang akan diumumkan besok. Terdengar serak suara bunda hampir menagis ketika ia tahu hari kelulusanku. Ia berjanji akan segera datang  dan menyaksikan pengumuman itu. Rasa senang bunda terdengar jelas dalam telfon yang tak ingin mengakhiri percakapan diantara kita. Menanyakan keadaan hingga makanan kesukaanku yang akan di bawakannya esok.
            Sudah lama aku menunggu kesempatan ini. Andai ayah tahu putrinya akan lulus dari asrama pesantren seperti keinginanya pasti ia bangga dan memeluk erat diriku. Tak ingin rasanya kulepas pelukannya yang selama ini tak pernah ku rasakan. Namun walaupun itu tak akan pernah terjadi, aku percaya pasti ayah bangga melihatku seperti ini dari tempat yang jauh disana. Tak sabar rasanya menunggu hari esok, matapun tak ingin terpejam menantikan detik detik terakhir hari kelulusan datang.
            Hari yang dinantikanpun tiba kusambut pagi dengan senyuman rasa senang mewarnai hati. Kulangkahkan kaki ini pada gedung pertemuan yang telah di hiasi berbagai tanaman tuk memperindah ruangan. Namun mata tak dapat menemukan apa yang di cari. Dimana bunda batinku dalam hati. Tak seperti biasanya bunda terlambat, apalagi di hari yang sangat istimewa seperti ini yang sudah lama ku impikan. Ingin melepas rindu pada bunda yang selama ini sudah lama tak berjumpa.
Hingga detik terakhir kelulusanku terpanggil tak kudapati bunda yang dinantikan. Nilai memuaskan kudapatkan tapi disisi lain kekecewaan melanda dengan ketidak hadiranya disini. Ku amat kesal dengannya karena telah mengingkari janji yang telah  diucapkan. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya tak seperti biasa bunda seperti ini. Fikiran kotor memasuki otakku  apakah bunda  telah berubah dan mengabaikanku. Semua fikiranku kacau dan selalu bertanya tanya akan semua hal yang terjadi hari ini.
Rasa sedih menghantui tak ujung habisnya hingga tak sadar pengasuh asrama sedari tadi memanggilku untuk pergi ke kantor. Akhirnya kuturuti dan ia menjelaskan bahwa orangtuaku tak dapat menjemput, dikarenakan urusan penting yang tidak dapat ditinggalkan. Bunda menitipkanku pada mereka untuk mengantar pulang ke rumah jelasnya.
            Dengan penuh kekecewaan kukemasi baju dan barang barang bersiap meninggalkan asrama tercinta. Tak ada satu kata terucap dari bibir selama perjalanan hanya diam seribu bahasa dalam fikiran yang tak karuan. Seolah bagai orang yang tercampakkan tak ada artinya lagi.
            Terdiam kusesaat ketika berdiri tak jauh dari halaman rumah. Entah mengapa mata ini tak ingin menemukan benda tersebut namun tak bisa dipungkiri benda itu terlihat jelas terpasang di depan pagar rumah. Melambai lambai bendera kuning seakan menyuruh tuk cepat masuk ke dalamya. Fikiran mulai kacau, firasat buruk mulai muncul, kegelisahan di hati tak ujung usai.
            Dengan langkah tergesa berlari memasuki rumah, menerobos kerumunan yang menghalangi jalan tuk sampai tujuan. Tak dapat tertahan air mata jatuh menetes dan tak dapat disanggah teriakan keras dan raungan keluar dari mulut, seakan hati telah tersakiti begitu dalam. Dengan tangan bergemetar, perlahan kubuka kain putih yang menutupi wajah seseorang. Terdapat sosok yang tak asing bagiku telah terkapar tak bernafas adalah bundaku sendiri. Tak kuat rasanya menopang seluruh fikiran, hati dan tubuh ini hingga akhirnya terjatuh lemas tak sadarkan diri.
            Kubuka mata perlahan walau rasa pusing terasa amat menyakitkan. Berharap semua yang terjadi hanyalah mimpi. Semua orang menangis di ruangan itu dan paman yang selalu disisiku telah bersiaga dengan apa yang akan terjadi padaku. Sakit hati mendalam tak dapat diungkapkan ketika hanya bisa melihat wajah bunda tersayang pucat tak bernyawa lagi. Siapa yang harus kusalahkan dengan semua ini setelah kudengar penjelasan paman akan kematian bunda ketika perjalanan menemuiku di asrama pesantren  pagi tadi. Kecelakaan maut yang  merenggut nyawanya di tempat sekatika tak dapat terbayangkan hanya penyesalan yang tersisa.
            Terakhir kali ku lihat wajah bunda masih tersenyum walau tak bernafas. Hari ini adalah hari yang benar benar menyakitkan bagiku. Tak ingin rasanya semua ini terjadi. Namun ku harus ikhlas menjalini walau tak ada ayah dan bunda lagi. Hanya do’a yang dapat kuberi pada mereka agar tenang bersama Allah disana.
            Kini kumengerti arti amanat ayah sebelum kepergiannya, menginginkanku menuntut ilmu di asrama pesantren. Untuk mengerti ilmu agama, bukan hanya ilmu duniawi saja. Dimana akan tertanam dalam jiwa sebuah aqidah dan tauhid yang membentengi iman. Terimakasih ayah bunda kau mengajariku arti kehidupan sesungguhnya
            Hari mulai berlalu, kesedihan menghilang secara perlahan walau masih membekas dan tak akan pernah bisa terhapus. Melalui hidup dengan kesendirian amatlah sulit namun bagaimanapun harus tetap bertahan. Allah pasti akan memberikan yang terbaik dan tidak akan menguji seorang hamba melampau batas kemampuannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar