Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam kehidupan
sehari hari. Semakin berkembangnya zaman semakin kemajuan pula yang diperoleh.
Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupanya, namun disisi lain ilmu
pengetahuan dan tekhnologi canggih tersebut tidak mampu menumbukan moralitas
(akhlak) yang mulia.
Dunia modern saat ini , termasuk di Indonesia banyak
mengalami kemerosotan akhlak yang semakin hari semakin bertambahnya kriminalitas
dan tersekulerkannya ilmu pengetahuan oleh dunia Barat. Banyak sekali ilmu
pengetahuan yang menggunakan cara berfikir Barat, akibat utamanya adalah
hilangnya adab, seperti yang dikatakan oleh SH. Nasr “desacralization
of knowledge”(ilmu pengetahuan yang menjadi sakral). Hilangnya adab
berimplikasi pada hilangnya sikap adil dan kebingungan intelektual, yaitu
ketidak mampuan membedakan antara ilmu yang sesuai dengan islam dan yang tidak.
Disini ilmu hanya untuk ilmu. Bahkan ilmu adalah
kekuasaan (knowledge is power). Ilmu sudah tidak ada hubungannya dengan
iman, amal, ibadah, maslahat dan sebagainya. Jika model ilmu pengetahuan
seperti ini dimiliki umat islam maka umat islam mungkin bisa maju dalam standar
Barat, tapi tidak maju dalam perspektif islam.
Pada abad pertengahan (medieval times) banyak
berkembang faham Barat yang mencoba memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama.
Sebut saja Nietzsche, dia berargumen bahwa agama tidak bisa disesuaikan dengan
ilmu pengetahuan. Antara ilmu pengetahuan dan agama masing masing menempati
bintang yang berbeda. Nampaknya ada indikasi bahwa ia tidak menginginkan
nilai-nilai islam masuk ke dalam pembahasan ilmu pengetahuan modern.
Kesadaran
manusia Barat dengan cara pandang yang mengandalkan akal semata-mata untuk
membimbing manusia mengarungi kehidupan yang melihat realitas dan kebenaran
secara dualistis, maksudnya selalu memandang segala sesuatu secara mendua
seperti agama dan politik, ilmu dan agama, jiwa dan raga, dan sebagainya.
Demikian pula realitas empiris dipisahkan dari realitas rasional dan
masing-masing dianggap memiliki tingkat kebenarannya masing-masing, kebenaran
obyektif dan kebenaran subyektif. Selain itu dengan doktrin humanisme
manusia diletakkan sebagai ukuran segala sesuatu. Akibatnya, yang menentukan
apakah sesuatu itu riil atau tidak, benar atau salah, baik atau buruk dan
seterusnya adalah manusia.
Disini agama tidak lagi menjadi ukuran dan dasar cara
pandang terhadap segala sesuatu. Sekularisasi ilmu pengetahuan menjadi fondasi
utama dalam sepanjang sejarah peradaban Barat modern. Dengan adanya
sekularisasi ilmu pengetahuan, sedikit demi sedikit akan memisahkan jarak
antara ilmu dengan agama, melenyapkan wahyu (Al-Quran) sebagai sumber ilmu, dan
juga memisahkan wujud dari yang sakral. Selain itu sekularisasi ilmu juga telah
menjadikan rasio sebagai basis keilmuan secara mutlak, dan mengaburkan maksud
serta tujuan ilmu yang sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan sebagai
metodologi ilmiah.
Sebagai solusi menghadapi krisis epistemologi yang
sedang melanda segala bentuk pemikiran dan sebagai jawaban dari berbagai
tantangan yang muncul dari westernisasi ilmu, maka perlu menghadirkan
suatu gagasan islamisasi ilmu pengetahuan, yang mana dalam bahasa Arab istilah
islamisasi ilmu disebut juga dengan islamiyyat al-ma’rifat, atau bahasa
Inggris disebut sebagai islamization of knowledge.
Cara pandang Barat terhadap ilmu yang disebutkan diatas
adalah gambaran worldview Barat. Dan worldview itulah yang menjadi
dasar dari lahirnya ilmu pengetahuan Barat. Maka dari itu mengislamkan ilmu
pengetahuan Barat berarti mengislamkan worldview atau cara pandangnya
terlebih dahulu. Jadi Islamisasi worldview adalah penggantian cara
pandang atau konsep yang tidak sesuai dengan islam dengan konsep-konsep Islam.
Elemen worldview
Islam itu terdiri dari pandangan tentang hakekat Tuhan, tentang Wahyu
(al-Qur’an), tentang penciptaan, tentang hakekat kejiwaan manusia, tentang
ilmu, tentang agama, tentang kebebasan, tentang nilai dan kebajikan, tentang
kebahagiaan dan sebagainya yang meliputi seluruh aspek kehidupan material dan
spiritual.
Hubungan worldview islam dengan ilmu pengetahuan
jelas sekali, karena worldview berbicara mengenai cara pandang terhadap
berbagai hal dalam kehidupan termasuk didalamnya obyek-obyek ilmu pengetahuan,
maka sudah pasti ada kaitannya dengan ilmu. Bahkan pandangan suatu bangsa
terhadap ada tidaknya Tuhan yang merupakan dasar dari setiap worldview
sangat mempengaruhi konsep ilmunya.
Sebenarnya sebelum proses islamisasi ilmu pengetahuan
dikemukakan telah ada dalam sejarah Islam. Surah al-‘Alaq (96): 1-5, mencerminkan
semangat Islamisasi ilmu pengetahuan. Ismail Raji al-Faruqi juga mengakui bahwa
Islamisasi ilmu modern merupakan satu tugas yang pernah dimainkan oleh nenek
moyang kita yang mencerna ilmu zaman mereka dan mewariskan kepada kita sebagai peradaban
dan kebudayaan islam. Walaupun ruang lingkupnya kini lebih luas. Ide ini
kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir masa kini. Oleh karena itu, wacana
islamisasi ilmu bukanlah suatu yang baru, hanya saja dalam konteks
operasionalnya pengislaman ilmu-ilmu masa kini dicetuskan oleh tokoh-tokoh
ilmuwan islam, seperti: Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, al-Faruqii, Fazlur
Rahman, Syed Husein Nasr , dan lain-lain.
Dari paparan di atas, jelaslah sudah bahwa islamisasi
ilmu pengetahuan kontemporer memiliki kebenaran-kebenaran tertentu sesuai
dengan bingkai ruang dan waktu. Ada satu hal yang mungkin kadang terlupakan,
yakni kesadaran akan setiap hasil pemikiran manusia yang selalu bersifat historis
dan terikat oleh ruang dan waktu. Untuk itu gagasan islamisasi harus tetap
dikembangkan, dilaksanakan, dan kemudian dievaluasi melalui konsep-konsep,
ukuran serta standar sebagai produk framework islami yang selalu
melibatkan worldview Islam.
Dengan demikian,
proses islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer merupakan respon intelektual
yang sangat positif dan tepat. Karena hanya dengan merumuskan dan
mengaplikasikan konsep islamisasi inilah kaum muslimin akan mampu mencapai
kemajuan ilmiah dan teknologi, serta dapat mempertahankan dan bahkan
membentengi pola pandang intelektual, moral dan spiritual islam di jiwa umat
manusia. Namun bagaimanapun, keberhasilan proses islamisasi pengetahuan modern
sangatlah bergantung pada usaha bersama yang terkoordinasi oleh intelektual
muslim seutuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar