Sabtu, 15 April 2017

Islamisasi Ilmu Pengetahuan



Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam kehidupan sehari hari. Semakin berkembangnya zaman semakin kemajuan pula yang diperoleh. Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupanya, namun disisi lain ilmu pengetahuan dan tekhnologi canggih tersebut tidak mampu menumbukan moralitas (akhlak) yang mulia.
Dunia modern saat ini , termasuk di Indonesia banyak mengalami kemerosotan akhlak yang semakin hari semakin bertambahnya kriminalitas dan tersekulerkannya ilmu pengetahuan oleh dunia Barat. Banyak sekali ilmu pengetahuan yang menggunakan cara berfikir Barat, akibat utamanya adalah hilangnya adab, seperti yang dikatakan oleh SH. Nasr “desacralization of knowledge”(ilmu pengetahuan yang menjadi sakral). Hilangnya adab berimplikasi pada hilangnya sikap adil dan kebingungan intelektual, yaitu ketidak mampuan membedakan antara ilmu yang sesuai dengan islam dan yang tidak.
Disini ilmu hanya untuk ilmu. Bahkan ilmu adalah kekuasaan (knowledge is power). Ilmu sudah tidak ada hubungannya dengan iman, amal, ibadah, maslahat dan sebagainya. Jika model ilmu pengetahuan seperti ini dimiliki umat islam maka umat islam mungkin bisa maju dalam standar Barat, tapi tidak maju dalam perspektif islam.
Pada abad pertengahan (medieval times) banyak berkembang faham Barat yang mencoba memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama. Sebut saja Nietzsche, dia berargumen bahwa agama tidak bisa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan. Antara ilmu pengetahuan dan agama masing masing menempati bintang yang berbeda. Nampaknya ada indikasi bahwa ia tidak menginginkan nilai-nilai islam masuk ke dalam pembahasan ilmu pengetahuan modern.
 Kesadaran manusia Barat dengan cara pandang yang mengandalkan akal semata-mata untuk membimbing manusia mengarungi kehidupan yang melihat realitas dan kebenaran secara dualistis, maksudnya selalu memandang segala sesuatu secara mendua seperti agama dan politik, ilmu dan agama, jiwa dan raga, dan sebagainya. Demikian pula realitas empiris dipisahkan dari realitas rasional dan masing-masing dianggap memiliki tingkat kebenarannya masing-masing, kebenaran obyektif dan kebenaran subyektif. Selain itu dengan doktrin humanisme manusia diletakkan sebagai ukuran segala sesuatu. Akibatnya, yang menentukan apakah sesuatu itu riil atau tidak, benar atau salah, baik atau buruk dan seterusnya adalah manusia.
Disini agama tidak lagi menjadi ukuran dan dasar cara pandang terhadap segala sesuatu. Sekularisasi ilmu pengetahuan menjadi fondasi utama dalam sepanjang sejarah peradaban Barat modern. Dengan adanya sekularisasi ilmu pengetahuan, sedikit demi sedikit akan memisahkan jarak antara ilmu dengan agama, melenyapkan wahyu (Al-Quran) sebagai sumber ilmu, dan juga memisahkan wujud dari yang sakral. Selain itu sekularisasi ilmu juga telah menjadikan rasio sebagai basis keilmuan secara mutlak, dan mengaburkan maksud serta tujuan ilmu yang sebenarnya, menjadikan keraguan dan dugaan sebagai metodologi ilmiah.
Sebagai solusi menghadapi krisis epistemologi yang sedang melanda segala bentuk pemikiran dan sebagai jawaban dari berbagai tantangan yang muncul dari westernisasi ilmu, maka perlu menghadirkan suatu gagasan islamisasi ilmu pengetahuan, yang mana dalam bahasa Arab istilah islamisasi ilmu disebut juga dengan islamiyyat al-ma’rifat, atau bahasa Inggris disebut sebagai islamization of knowledge.
Cara pandang Barat terhadap ilmu yang disebutkan diatas adalah gambaran worldview Barat. Dan worldview itulah yang menjadi dasar dari lahirnya ilmu pengetahuan Barat. Maka dari itu mengislamkan ilmu pengetahuan Barat berarti mengislamkan worldview atau cara pandangnya terlebih dahulu. Jadi Islamisasi worldview adalah penggantian cara pandang atau konsep yang tidak sesuai dengan islam dengan konsep-konsep Islam.
 Elemen worldview Islam itu terdiri dari pandangan tentang hakekat Tuhan, tentang Wahyu (al-Qur’an), tentang penciptaan, tentang hakekat kejiwaan manusia, tentang ilmu, tentang agama, tentang kebebasan, tentang nilai dan kebajikan, tentang kebahagiaan dan sebagainya yang meliputi seluruh aspek kehidupan material dan spiritual.
Hubungan worldview islam dengan ilmu pengetahuan jelas sekali, karena worldview berbicara mengenai cara pandang terhadap berbagai hal dalam kehidupan termasuk didalamnya obyek-obyek ilmu pengetahuan, maka sudah pasti ada kaitannya dengan ilmu. Bahkan pandangan suatu bangsa terhadap ada tidaknya Tuhan yang merupakan dasar dari setiap worldview sangat mempengaruhi konsep ilmunya.
Sebenarnya sebelum proses islamisasi ilmu pengetahuan dikemukakan telah ada dalam sejarah Islam. Surah al-‘Alaq (96): 1-5, mencerminkan semangat Islamisasi ilmu pengetahuan. Ismail Raji al-Faruqi juga mengakui bahwa Islamisasi ilmu modern merupakan satu tugas yang pernah dimainkan oleh nenek moyang kita yang mencerna ilmu zaman mereka dan mewariskan kepada kita sebagai peradaban dan kebudayaan islam. Walaupun ruang lingkupnya kini lebih luas. Ide ini kemudian diikuti oleh pemikir-pemikir masa kini. Oleh karena itu, wacana islamisasi ilmu bukanlah suatu yang baru, hanya saja dalam konteks operasionalnya pengislaman ilmu-ilmu masa kini dicetuskan oleh tokoh-tokoh ilmuwan islam, seperti: Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, al-Faruqii, Fazlur Rahman, Syed Husein Nasr , dan lain-lain.
Dari paparan di atas, jelaslah sudah bahwa islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer memiliki kebenaran-kebenaran tertentu sesuai dengan bingkai ruang dan waktu. Ada satu hal yang mungkin kadang terlupakan, yakni kesadaran akan setiap hasil pemikiran manusia yang selalu bersifat historis dan terikat oleh ruang dan waktu. Untuk itu gagasan islamisasi harus tetap dikembangkan, dilaksanakan, dan kemudian dievaluasi melalui konsep-konsep, ukuran serta standar sebagai produk framework islami yang selalu melibatkan worldview Islam.
 Dengan demikian, proses islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer merupakan respon intelektual yang sangat positif dan tepat. Karena hanya dengan merumuskan dan mengaplikasikan konsep islamisasi inilah kaum muslimin akan mampu mencapai kemajuan ilmiah dan teknologi, serta dapat mempertahankan dan bahkan membentengi pola pandang intelektual, moral dan spiritual islam di jiwa umat manusia. Namun bagaimanapun, keberhasilan proses islamisasi pengetahuan modern sangatlah bergantung pada usaha bersama yang terkoordinasi oleh intelektual muslim seutuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar