|
Penulis :H. Ahmad
Suharto, M.Pd.I
Penerbit :Majalah
Gontor
Tahun Terbit : 30 Juni
2014
TebaL Buku : 136 halaman
H. Ahmad Suharto, M.Pd.I adalah nama yang sudah tidak asing bagi
kita. Beliau adalah Wakil Pengasuh Gontor Putri 1. Namun selain itu beliau
produktif menulis buku karena menurutnya setiap momen yang beliau lewati tidak
akan pernah terlewati tanpa ada tulisan. Lalu, dengan melihat catatan itulah
akan dikembangkan menjadi buku untuk memotivasi para santri dan menumbuhkan
jiwa-jiwa cinta akan nilai-nilai Gontori dengan menularkan tulisan-tulisan yang
bermutu dan bermanfaat. Ustadz Suharto mengaku menulis dan mencetak
buku-buku ini tanpa mengeluarkan biaya pribadi. Semuanya sudah ada yang
mengurus, sampai ISBN-nya pun sudah ada yang menguruskan.
Disamping itu beliau kerap diundang untuk mengisi seminar salah
satunya beliau pernah membedah tiga bukunya dalam seminar pembukaan jambore dan
raimuna nasional di Gontor Putri Kampus 1 yaitu Menggali Mutiara Perjuangan
Gontor (MMPG), Ayat-Ayat Perjuangan (AAP) dan Senarai Kearifan Gontory
(SKG). Ketiga buku kompilasi kepondok modernan ini dihimpun dalam satu
kemasan menjadi Trilogi Ensiklopedi Mini Nilai-Nilai Perjuangan Gontor
(Sebuah Pengantar).
Buku-buku yang beliau tulis
hingga saat ini sudah mencapai tujuh judul buku, yang merupakan tulisan
kompilasi dengan satu tema. Buku pertama, yaitu MMPG (Menggali Mutiara
Perjuangan Gontor). Buku
ini spesial untuk alumni Gontor Putri 62015, begitulah logo yang tertulis di
cover buku namun setiap orang bisa membacanya karena buku beliau sudah tersebar
luas di kalangan santri, para guru, bahkan alumni. Buku ini merupakan kumpulan artikel Majalah Gontor yang beliau tulis untuk
rubrik value selama empat tahun dan buku ini merupakan hadiah kecil untuk istri
tercinta, pendamping setia perjuangan beliau di Gontor yang di terbitkan 30
Juni 2014 untuk mengenang milad sa’idnya.
Salah satu pembahasannya adalah mengenai idealisme nama Darussalam
yang berarti negeri kedamaian. Ini merupakan cita-cita, harapan dan doa agar
orang-orang yang berada di dalamnya memiliki akhlak surgawi. Itulah mengapa di
Gontor tidak diperbolehkan untuk bertengkar dan saling menghina. Darussalam
juga sebagai amanah bagi para alumninya untuk merealisasikan negeri yang damai
di Indonesia.
Buku ini dibuat sebagai salah satu bentuk perhatian dan
kepeduliannya bagi penerus pejuang bangsa demi menegakkan agama islam khususnya
para santri Pondok Modern Darussalam Gontor. Pesan dan nasehat dari para Trimurti
di sampaikan dalam buku ini yang dibubuhi dengan segenap lika liku perjuangan
penuh tumpah darah yang sangat menarik demi memperjuangkan Pondok Darussalam
Gontor. Tidak hanya pesan dan nasehat namun terdapat banyak motivasi pula untuk
membangun semangat para pemuda untuk menegakkan islam di jalan Allah.
Sudah tak asing lagi didengar taushiyah para Trimurti yang
diilhami kisah qur’ani ini terasa sangat aktual untuk direnungkan kembali oleh
para kader pejuang pondok, agar tetap menjadi kader idealis, berjuang dan
berkorban untuk kemajuan pondok berdasarkan nilai nilai luhur islami, tidak
menggadaikan idealismenya dengan pragmatisme jangka pendek. Tetap menjadikan
pondok sebagai lahan perjuangan dan pengorbanan, lahan berjihad dan beribadah
dalam arti luas kepada Allah. K.H. Imam Zarkasyi mengingatkan kelak pondok ini
akan semakin maju, Beliau berpesan agar kita semua tetap bersikap ‘iffah (menjaga diri untuk tidak
mengambil hak hak kita dari pondok), atau kalau terpaksa menerima hendaknya
sekedar gurfatan byadhihi ( hanya
seceduk tangan).
Asal mula nama Darussalam yang dipilih pendiri Gontor dengan berharap dan bercita cita agar
pondoknya benar benar bernuansa surgawi, penuh kedamaian dan ketentraman. Tiga
bersaudara pendiri Gontor, yang dikenal dengan Trimurti menyadari sepenuhnya
bahwa untuk membangun Gontor sebagai lembaga pendidikan islam yang berkonstribusi
nyata dalam perjuangan bangsa, mereka harus bekerja keras, berjuang dan
berkorban secara totalitas. Mereka bukan hanya mengajar pelajaran, tetapi kehadiran
mereka sangat dirasakan di tengah tenga santri. Mendidik kehidupan, memelihara
dan mengembangkan wakaf, mengembangkan unit unit usaha ekonomi produktif,
membangun gedung dan sarana pendidikan, menjalin kerjasama dan membuat jaringan
kerja dengan masyarakat, pemerintahan hingga instansi instansi pendidikan di
luar negeri dalam rangka pengembangan pondok.
Selain itu Gontor mengajarkan untuk menjadi ummatan wasatha yaitu khairoh
ummah seperti yang telah disebutkan dalam surat Al Baqoroh dan surat Ali
Imron sebagai umat yang ideal, penuh keseimbangan, menegakkan keadilan,
proporsional dan karena posisinya berada di tengah, maka dia juga merupakan
sikap yang terjaga lagi mulia. Berniaga dengan Allah, itulah yang dicontohkan
langsung oleh para pendiri pondok, dengan slogan “bondo, bahu, pikir lek perlu sak nyawane pisan”, bukan retorika
kosong belaka, tetapi kenyataan. Mereka mengaktualkan semangat berkorban dengan
“Give and give” ( memberi dan
memberi), itulah rumus hidup di pondok, tidak ada take and give, karena itu
transaksional, yang ada hanyalah “give,
and give and give you will gain” (memberi dan memberi, nanti kamu akan
mendapatkan), petuah para pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor.
Tidak hanya kata kata mutiara dan nasehat saja yang di kemukakan
namun kisah kisah perjuangan para pendiri Gontor terdahulu dan prinsip
struktural pondok dengan menerapkan
motto berbadan sehat, berbudi tinggi, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas.
Cerita semakin menarik dan penuh liku liku perjuangan dimana
ketika tertangkapnya Trimurti oleh para komunis pemberontakan PKI Madiun yang
biadab. Namun kekuatan Allah tiada tandingannya untuk menyelamatkan orang orang
yang beriman pada-Nya sehingga datanglah sekelompok pasukan Siliwangi menyerbu
penjara Ponorogo. Akankah pasukan Siliwangi mampu membebaskan Trimurti?
Bagaimana detik detik terakhir eksekusi Trimurti terjadi? Siapakah pasukan
siliwangi tersebut?
Tidak berhenti disitu saja perjuangan mereka, dimana cerita
semakin pelik ketika perdebatan untuk merumuskan konsep pendidikan Islam dalam
lingkup Depag RI di awal berdirinya republik ini. Argumen dan sanggahan antara
K.H Imam Zarkasyi dan Drs. Sigit selaku salah seorang pakar pendidikan yang
menjadi anggota taem pertimbangan dalam penyusunan kurikulum pendidikan di
lingkup Depag di waktu itu menjadi sorot perhatian. Dimana Drs. Sigit
mengajukan konsep kurikulum yang bertolak belakang dengan konsep Gontor.
Akankah K.H. Zarkasyi dapat mempertahankan konsep yang ia pegang? Bagaimana
cara beliau menyanggah berbagai argumen yang memojokkannya?Apa langkah
selanjutnya yang beliau lakukan? Bagaimana nasib para santri dan guru guru
Pondok Modern Darussalam Gontor saat itu?
Kelebihan dari buku ini adalah pesan yang disampaikan didalamnya merupakan
motivasi dan memberi pemahaman kepada para pembaca tentang bagaimana perjuangan
para pendiri Gontor dan santri santrinya zaman dulu. Buku ini cukup bagus bagi
para santri khususnya santri santri pelajar baru yang masih merasa belum betah
dan belum bisa beradaptasi di lingkungan Pondok Modern Darussalam Gontor.
Buku ini mudah dipahami dan dicerna bagi semua orang, namum dari
segi gaya bahasa terdapat beberapa kalimat yang kadang kurang dimengerti bagi
pembaca, seperti terdapat bahasa tradisional dan sastra atau majas bahasa
kurang dikembangkan sehingga kalimat pada cerita yang satu kerap terulang
kembali pada cerita berikutnya sehingga membuat isi cerita monoton. Walaupun
demikian, buku ini memotivasi dan mengajak kita untuk meneruskan perjuangan
para pendiri gontor untuk menciptakan kader kader ulama yang intelek yang
menguasai tsaqofah islamiyah maupun kauniyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar