Sabtu, 15 April 2017

resensi buku "Menggali Mutiara Perjuangan Gontor"



Judul buku      :Menggali Mutiara Perjuangan Gontor
Penulis             :H. Ahmad Suharto, M.Pd.I
Penerbit           :Majalah Gontor        
Tahun Terbit    : 30 Juni 2014
TebaL Buku    : 136 halaman

H. Ahmad Suharto, M.Pd.I adalah nama yang sudah tidak asing bagi kita. Beliau adalah Wakil Pengasuh Gontor Putri 1. Namun selain itu beliau produktif menulis buku karena menurutnya setiap momen yang beliau lewati tidak akan pernah terlewati tanpa ada tulisan. Lalu, dengan melihat catatan itulah akan dikembangkan menjadi buku untuk memotivasi para santri dan menumbuhkan jiwa-jiwa cinta akan nilai-nilai Gontori dengan menularkan tulisan-tulisan yang bermutu dan bermanfaat. Ustadz Suharto mengaku menulis dan mencetak buku-buku ini tanpa mengeluarkan biaya pribadi. Semuanya sudah ada yang mengurus, sampai ISBN-nya pun sudah ada yang menguruskan.
Disamping itu beliau kerap diundang untuk mengisi seminar salah satunya beliau pernah membedah tiga bukunya dalam seminar pembukaan jambore dan raimuna nasional di Gontor Putri Kampus 1 yaitu Menggali Mutiara Perjuangan Gontor (MMPG), Ayat-Ayat Perjuangan (AAP) dan Senarai Kearifan Gontory (SKG). Ketiga buku kompilasi kepondok modernan ini dihimpun dalam satu kemasan menjadi Trilogi Ensiklopedi Mini Nilai-Nilai Perjuangan Gontor (Sebuah Pengantar).
 Buku-buku yang beliau tulis hingga saat ini sudah mencapai tujuh judul buku, yang merupakan tulisan kompilasi dengan satu tema. Buku pertama, yaitu MMPG (Menggali Mutiara Perjuangan Gontor). Buku ini spesial untuk alumni Gontor Putri 62015, begitulah logo yang tertulis di cover buku namun setiap orang bisa membacanya karena buku beliau sudah tersebar luas di kalangan santri, para guru, bahkan alumni. Buku ini merupakan kumpulan artikel Majalah Gontor yang beliau tulis untuk rubrik value selama empat tahun dan buku ini merupakan hadiah kecil untuk istri tercinta, pendamping setia perjuangan beliau di Gontor yang di terbitkan 30 Juni 2014 untuk mengenang milad sa’idnya.
Salah satu pembahasannya adalah mengenai idealisme nama Darussalam yang berarti negeri kedamaian. Ini merupakan cita-cita, harapan dan doa agar orang-orang yang berada di dalamnya memiliki akhlak surgawi. Itulah mengapa di Gontor tidak diperbolehkan untuk bertengkar dan saling menghina. Darussalam juga sebagai amanah bagi para alumninya untuk merealisasikan negeri yang damai di Indonesia.
Buku ini dibuat sebagai salah satu bentuk perhatian dan kepeduliannya bagi penerus pejuang bangsa demi menegakkan agama islam khususnya para santri Pondok Modern Darussalam Gontor. Pesan dan nasehat dari para Trimurti di sampaikan dalam buku ini yang dibubuhi dengan segenap lika liku perjuangan penuh tumpah darah yang sangat menarik demi memperjuangkan Pondok Darussalam Gontor. Tidak hanya pesan dan nasehat namun terdapat banyak motivasi pula untuk membangun semangat para pemuda untuk menegakkan islam di jalan Allah.
Sudah tak asing lagi didengar taushiyah para Trimurti yang diilhami kisah qur’ani ini terasa sangat aktual untuk direnungkan kembali oleh para kader pejuang pondok, agar tetap menjadi kader idealis, berjuang dan berkorban untuk kemajuan pondok berdasarkan nilai nilai luhur islami, tidak menggadaikan idealismenya dengan pragmatisme jangka pendek. Tetap menjadikan pondok sebagai lahan perjuangan dan pengorbanan, lahan berjihad dan beribadah dalam arti luas kepada Allah. K.H. Imam Zarkasyi mengingatkan kelak pondok ini akan semakin maju, Beliau berpesan agar kita semua tetap bersikap ‘iffah (menjaga diri untuk tidak mengambil hak hak kita dari pondok), atau kalau terpaksa menerima hendaknya sekedar gurfatan byadhihi ( hanya seceduk tangan).
Asal mula nama Darussalam yang dipilih pendiri Gontor  dengan berharap dan bercita cita agar pondoknya benar benar bernuansa surgawi, penuh kedamaian dan ketentraman. Tiga bersaudara pendiri Gontor, yang dikenal dengan Trimurti menyadari sepenuhnya bahwa untuk membangun Gontor sebagai lembaga pendidikan islam yang berkonstribusi nyata dalam perjuangan bangsa, mereka harus bekerja keras, berjuang dan berkorban secara totalitas. Mereka bukan hanya mengajar pelajaran, tetapi kehadiran mereka sangat dirasakan di tengah tenga santri. Mendidik kehidupan, memelihara dan mengembangkan wakaf, mengembangkan unit unit usaha ekonomi produktif, membangun gedung dan sarana pendidikan, menjalin kerjasama dan membuat jaringan kerja dengan masyarakat, pemerintahan hingga instansi instansi pendidikan di luar negeri dalam rangka pengembangan pondok.
Selain itu Gontor mengajarkan untuk menjadi ummatan wasatha yaitu khairoh ummah seperti yang telah disebutkan dalam surat Al Baqoroh dan surat Ali Imron sebagai umat yang ideal, penuh keseimbangan, menegakkan keadilan, proporsional dan karena posisinya berada di tengah, maka dia juga merupakan sikap yang terjaga lagi mulia. Berniaga dengan Allah, itulah yang dicontohkan langsung oleh para pendiri pondok, dengan slogan “bondo, bahu, pikir lek perlu sak nyawane pisan”, bukan retorika kosong belaka, tetapi kenyataan. Mereka mengaktualkan semangat berkorban dengan “Give and give” ( memberi dan memberi), itulah rumus hidup di pondok, tidak ada take and give, karena itu transaksional, yang ada hanyalah “give, and give and give you will gain” (memberi dan memberi, nanti kamu akan mendapatkan), petuah para pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor.
Tidak hanya kata kata mutiara dan nasehat saja yang di kemukakan namun kisah kisah perjuangan para pendiri Gontor terdahulu dan prinsip struktural pondok  dengan menerapkan motto berbadan sehat, berbudi tinggi, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas.
Cerita semakin menarik dan penuh liku liku perjuangan dimana ketika tertangkapnya Trimurti oleh para komunis pemberontakan PKI Madiun yang biadab. Namun kekuatan Allah tiada tandingannya untuk menyelamatkan orang orang yang beriman pada-Nya sehingga datanglah sekelompok pasukan Siliwangi menyerbu penjara Ponorogo. Akankah pasukan Siliwangi mampu membebaskan Trimurti? Bagaimana detik detik terakhir eksekusi Trimurti terjadi? Siapakah pasukan siliwangi tersebut?
Tidak berhenti disitu saja perjuangan mereka, dimana cerita semakin pelik ketika perdebatan untuk merumuskan konsep pendidikan Islam dalam lingkup Depag RI di awal berdirinya republik ini. Argumen dan sanggahan antara K.H Imam Zarkasyi dan Drs. Sigit selaku salah seorang pakar pendidikan yang menjadi anggota taem pertimbangan dalam penyusunan kurikulum pendidikan di lingkup Depag di waktu itu menjadi sorot perhatian. Dimana Drs. Sigit mengajukan konsep kurikulum yang bertolak belakang dengan konsep Gontor. Akankah K.H. Zarkasyi dapat mempertahankan konsep yang ia pegang? Bagaimana cara beliau menyanggah berbagai argumen yang memojokkannya?Apa langkah selanjutnya yang beliau lakukan? Bagaimana nasib para santri dan guru guru Pondok Modern Darussalam Gontor saat itu?
Kelebihan dari buku ini adalah pesan yang disampaikan didalamnya merupakan motivasi dan memberi pemahaman kepada para pembaca tentang bagaimana perjuangan para pendiri Gontor dan santri santrinya zaman dulu. Buku ini cukup bagus bagi para santri khususnya santri santri pelajar baru yang masih merasa belum betah dan belum bisa beradaptasi di lingkungan Pondok Modern Darussalam Gontor.
Buku ini mudah dipahami dan dicerna bagi semua orang, namum dari segi gaya bahasa terdapat beberapa kalimat yang kadang kurang dimengerti bagi pembaca, seperti terdapat bahasa tradisional dan sastra atau majas bahasa kurang dikembangkan sehingga kalimat pada cerita yang satu kerap terulang kembali pada cerita berikutnya sehingga membuat isi cerita monoton. Walaupun demikian, buku ini memotivasi dan mengajak kita untuk meneruskan perjuangan para pendiri gontor untuk menciptakan kader kader ulama yang intelek yang menguasai tsaqofah islamiyah maupun kauniyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar